"Mana passion-ku?" 
Itulah beberapa kata yang membenak dalam diri beberapa tahun lalu.

Perkenalkan, terkisah seorang personil Cherybelle (CORET), Anisa Andini. Seorang perempuan yang bertahun-tahun mencari tempat untuk menaruh hasrat.

Anisa kecil dikenal dengan nama Ninis. Adalah seorang gadis kecil yang senang bermain suling tulang, piano, menggambar, dan membuat puisi juga bernyanyi. Ninis juga seorang bocah yang sangat suka berolahraga. Mulai dari badminton, kasti, renang, voli, dan lompat karet. Dikenal seorang pelari cepat yang setiap Jumat langganan mimpin senam Jumat di sekolah dasarnya. 

Lambat laun kegemaran Ninis kecil satu persatu menghilang. Mulai memasuki SMP, Ninis mulai belajar gitar, meninggalkan suling tulang dan piano, memalingkan kegemaran dari membuat puisi dan bernyanyi, tapi tetap menggambar, lebih kenal melukis, dan membuat kartun. Ninis juga mulai meninggalkan kasti, voli, dan sempat mengganti itu semua dengan taekwondo yang hanya bertahan sampai sabuk kuning.

Setelah melalui masa-masa transisi anak kecil ke remaja, Ninis memasuki SMA. Beralih namalah dia menjadi Prem. Di sinilah Prem dipertemukan dengan Fadin, seorang teman yang waktu sama-sama bingung milih ekskul apa di sekolah. Mau ikutan cheersleader, kebagusan. Mau ikut basket, ga suka. Mau ikut ekskul modelling, ga ada. Mau ikut big band, handle kabel aja gabisa. Mau ikut girlband, belum serame sekarang. Galau. Ya, jadi waktu itu juga diajak Fadin karena nemenin dia ceweknya sendirian.

Bergabunglah Prem di perhimpunan pendaki gunung dan penempuh rimba di SMA-nya, GIDEON. D
i sinilah Prem mulai menemukan satu hasrat. Gejolak seorang pemudi yang ingin membebaskan diri kesana kemari. Prem mulai merasa menentukan sesuatu untuk dicapai, tapi masih samar.

Selulusnya SMA dan mulai mengecap pendidikan di perguruan tinggi, Prem meninggalkan semua kegemaran yang biasa dilakukan. Mulai dari menyeni sampai berolahraga semua dikesampingkan. Karena di perguruan tinggi ini, Prem lebih mengabdikan diri untuk aktif di kemahasiswaan, di sini Prem bener-bener diajarkan tentang kepemimpinan dan organisasi tingkat tinggi (lebai). Olahraga jarang, tukang gadang, ah pokoknya pola hidup lagi rusak-rusaknya. Prem berubah jadi manusia kelelawar, Adzan Subuh penanda tidur, adzan Dhuhur penanda bangun tidur. Adzan Ashar penanda solat Ashar, Adzan Magrib penanda Sholat Magrib, dan Adzan Isya penanda mulai menjadi kelelawar lagi. 

Meninggalkan tahun ketiga kuliah, ketika sudah mulai ga intensif lagi sama organisasi kemahasiswaan. Prem mulai merasa ada sesuatu yang hilang. Ada sesuatu yang menunggu, tapi gatau apaan. Semacam kesetiaan yang menunggu Prem supaya kembali untuk dia. 


Sambil mulai sibuk dan fokus menyelesaikan studi, Prem kembali mengulang semua hobi yang pernah dijalani. Mulai dari olahraga. Kasti, voli, taekwondo,... kayaknya kok ga gereget ya? Renang dan lari kadang masih suka, karena ya ga repot, ga perlu alat macem-macem. Kasarnya, renang tinggal cari banjir, lari tinggal lari aja dari rumah ke kampus, gitu kan. Oke, renang dan lari, itu sekedar untuk enakin lagi fisik aja jadinya. Seni?! Menggambar? Prem coba lagi gumbar gambar, ya emang masih ga jelek-jelek amat sih, meski skill niru gambar udah ga sekeren dulu jaman muda, tapi ga dipertemukan sama hasrat kesitu. Melukis? Cari lagi seperangkat alat lukis. Cat air masih ada, tapi jaman kapan ini? Cat minyak udah pada keras, palet kotor males bersihin, kuas udah ga berbentuk. Ah, kayaknya enggak juga deh. Lagian kalo hasrat prem ada disitu, pasti niat lah untuk beli-beli lagi alatnya. Hemeh. Apa ya? Ada kerinduan yang dilupakan tujuannya. Kerinduan yang menggantung. Ah. Dalam keadaan masih meraba-raba sesuatu yang belum Prem sentuh kembali, Prem menjalani hari-hari secara menggantung. Serba ada yang kosong. Mau makan, kosong (iya piringnya belum ada nasinya). Mau tidur, kok sepi ya hati (padahal masih punya pacar loh). Mau mandi, juga kosong!! (baknya belum diisi air, woi!). Ya, serba kepikiran. Mikirin yang ga jelas.


Karena belum menemukan kembali sesuatu yang hilang itu, Prem membiarkannya let it flow, ya udahlah mungkin ga usah disengaja dicari, biar seketemunya aja kali. Sedikit pasrah dan masih berharap cepat dipertemukan dengan "si hilang", hari-hari Prem masih jalani pake hampa. Mata kuliah udah mulai habis, tapi masih males untuk mulai skripsi. Jadi menyengajakan diri sering-sering mampir ke sodara-sodara di Sukabumi dan Bogor. Dan selama itu, Prem mulai menemukan alasan merindu selama ini. Tapi cuma sedikit. Sekali. Ga bisa diem di satu tempat. Mungkin itu. Bentuk kebebasan yang lain.


JANUARI 2011, Prem dipertemukan kembali dengan saudara deket banget yang 10 tahun lama ga jumpa. Waktu itu ada masalah keluarga sampe kita memang sama sekali ga ketemu sekalipun. Pendek cerita, Prem memutuskan untuk berkunjung ke pulau sebrang (sebrangnya lagi maksudnya), Lombok. Sebenarnya Prem pernah ke sana, tapi waktu usia 3 tahun. Alah anak bocah ingus diajak jalan sih seneng-seneng aja, asal main. Ga peduli mau dimana juga. Tapi pas balik lagi kesana kok kayaknya seneng banget ya? Diulang ya SENENG BANGET. Seneng yang pertama mungkin karena mau ketemu sodara yang udah lama ga ketemu itu, tapi ini ada seneng yang lain. Yang ketika Prem mulai melangkah meninggalkan Bandung dan mulai menapak di pulau lain, kok beda? Ada yang menggelitik. Tapi respon Prem masih cuek. Ga mikirin apa yang bikin Prem sampe seneng banget kayak gini. Haha. Sampai di Lombok, ketemulah Prem dengan saudara dan keluarga yang sempat lama banget ga ketemu. Dulu, Prem dengan keluarga ini amat sangat dekat. Ga ketemu 10 tahun, dan pada waktu yang udah Tuhan tentukan, kita ketemu :')


Sesampainya di bandara (waktu itu masih Selaparang), Prem langsung dibawa ke Senggigi sama Kang Wiwit (Ayah dari Tata, sodara Prem). Cuma 15 menit aja dari bandara Selaparang sampe ke Senggigi. Dan kamu tahu? Ketika Prem disambut hamparan pasir putih, lautnya biru, dan waktu itu senja Senggigi menjamu kedatangan Prem, Tuhan.... DEG! Ada yang tidak biasa. Entah ini adalah karena Prem memang sudah lama ga mantai indah atau gimana. Ah, keren! Indah, pertunjukan galeri Tuhan. Tapi kunjungan itu tidak berlangsung lama, 1 jam kemudian kita pulang. Rumah Kang Wiwit yang cuma setengah jam menjangkau Senggigi, bikin Prem pengen balik lagi untuk menikmati waktu di sana lebih lama.


Beberapa hari kemudian, ditemani langit biru pagi Mataram dan sinar matahari yang sedikit menyilaukan, Prem balik lagi ke Senggigi. Di pesisir pantai, Prem menyempatkan ngobrol dengan seorang pedagang keliling, namanya Amaq Alit (Amaq : Bapak dalam bahasa Sasak). Prem juga ngobrol dengan beberapa pedagang lain. Selama ngobrol dengan mereka, sedikit demi sedikit terbongkar kembali sesuatu yang mengganjal di hati dan pikiran Prem. Berbaur dengan masyarakat sekitar. Sosialisasi. Mungkin


Singkat cerita, selesailah di Senggigi. Berlanjut beberapa hari kemudian, Prem diajak ke Kuta Lombok, kemudian diajak juga ke Desa Sembalun, kaki gunung Rinjani. Dari situlah mulai sedikit demi sedikit, mulai merasa ada sesuatu yang Prem harus jalani suatu hari nanti. 


Kemudian selang beberapa hari sebelum kepulangan ke Bandung, Kang Wiwit ngajak Prem ke Gili Trawangan. Damn ! Itu pulau di Indonesia tapi orang-orang yang di sana kebanyakan mancanegara. Ga usah diceritain panjang-panjang lah di sana itu udah juara segalanya. Kalian pasti lebih tau dan lebih hatam dari Prem. Pengen nangis liat pemandangannya, liat sunsetnya, liat pasir putihnya, dan yang pasti pengen nangis liat harga-harga jual di sana (melambung, coii.. mahils). Sempat di suatu sudut Trawangan, Prem menunggu detik-detik senja sambil sedikit merenung dan mikir "Apa ini ya jalannya? Apa saya dilahirkan bukan untuk diam di satu tempat?" Tapi pertanyaan itu masih belum terjawab dengan jelas.

Selesai nih ceritanya dari Lombok. Pulanglah aku ke Bandung, menikmati kembali sebagai anak muda Bandung yang masih galau sama "si sesuatunya" ini. Maret 2011, Prem dihadapkan pada sebuah tawaran menarik dari Ayah, "Mau nemenin Ibu ga tuh di Makassar?" Tanpa langsung mikir langsung jawab aja ,"Mau!" Berangkatlah Prem si cewek imut ini menyusul sang Ibunda ke Makassar. Ah, lagi-lagi senang yang berbeda menghampiri. 

Di Makassar ga lama, besoknya setelah sampai di Makassar, Prem melanjut mampir ke sodara di Mamuju, Sulawesi Barat. Dan dibawa ke sebuah tempat keren. Karang Puang, lagi -lagi tempat yang keren.
Karang Puang, Mamuju, Sulawesi Barat

Karena berdecak kagum, Prem akhirnya menetapkan satu hal Prem harus ke belahan Nusantara yang lain. "Saya harus lihat dengan mata kepala sendiri tentang negara saya. Entah itu keindahannya maupun keburukan tak terduga sekalipun." Saat itu masih belum kepikir akan kemana dengan siapa dan bagaimana perjalanannya. Ah, yang penting udah ada sedikit kejelasan.

Selesai dari Sulawesi, nyebranglah Prem, Ibu, dan Nuke (adik aku) ke Balikpapan. Perjalanan naik kapal feri, bikin Prem semakin mantap untuk melakukan perjalanan suatu hari nanti. Sampai di pelabuhan Balikpapan, Prem langsung harus siap-siap untuk pulang ke Bandung karena besoknya ada UAS satu mata kuliah. Jadi di Balikpapan, Prem itu cuma 3 jam aja. Jam 12 siang sampe Balikpapan, dan jam 16.00 WITA pesawat udah mulai terbang. Memang ga berkesan saat di Lombok, tapi seengaknya Prem sudah semakin tau apa yang harus Prem lakukan. Perjalanan

Kembali menjadi perempuan Bandung metropolitan. Sibuk beresin kuliah dan bermain bersama teman-teman juga kembali aktif di ospek kampus. 


September 2011, tepatnya pas bulan puasa. Prem dikasih kabar sama Abghy, temen seperjuangan di GIDEON.  Dia ngajak ke Semeru tepat berangkat H+3 lebaran. Dan diiyakan sama Prem. Semeru adalah gunung pertama yang Prem daki lagi setelah 4 tahun ga naik gunung. Nah, di sini keinginan semakin membludak. Aku ga akan cerita panjang lebar tentang keindahan Semerunya. Prem yakin kalian lebih tau dan lebih punya banyak momen di sana. 

Waktu turun Semeru, sampai di Ranu Pane sekitar jam 7 malam. Saat itu pula, selang sekitar 1 jam, datanglah seorang bule Ceko, bernama Michal Jiran, yang ga suka dibilang turis dan lebih mengaku dirinya adalah seorang gembel. Seriusan. Dia yang bilang sendiri kalau dia itu"gembel". Dia naik turun Semeru cuma semalam, naik dari Ranu Pane langsung Kalimati, muncak, beres muncak, tidur di Kalimati, bangunnya dia langsung turun lagi sampe Ranu Pane. Dasar emang gila orang bule. Emang sih badannya gede. Ganteng lagi. Hoho.



Jadi si Mike ini dia sedang berkeliling dunia. Dia memilih Indonesia sebagai destinasi pertamanya. Dia ke Indonesia, karena pamannya merekomendasikan dia untuk ke Indonesia. Dan dia dikasih guide book tentang Indonesia, dan dia suka. Dan berpetualanglah dia seorang diri, mulai dari Indonesia. 

Haha. Maaf jadi sedikit melenceng. Ya, jadi intinya

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk " "