Sepasang Bule yang Tertinggal

Meski baru jam delapan malam, lalu lalang penumpang sudah sepi. Saya dan suami turun dari feri. Berjalan kaki menuju arah gerbang pelabuhan Padang Bai Bali, mencari makan sebelum melanjutkan perjalanan. Melewati kantor polisi di situ, di dalam ruangan tampak sepasang bule berbicara pada polisi dengan kesalnya. Saya ikut menaruh ransel di luar kantor dan tak sengaja menguping, bertanya pada seorang polisi lain yang hanya berdiri melihat di bibir pintu


"Kenapa, Pak?" Saya penasaran.
"Duh, kurang paham. Ade bisa Bahasa Inggris?"
"Ga jago-jago amat sih, Pak."
"Coba tolong bantu, De."

Saya masuk ke ruangan, tersenyum pada semua yang di situ. Sepasang bule dan dua orang polisi yang sedang mendengarkan keluh kesah mereka. Kedua bule itu dari Rusia, bahasa Inggrisnya agak kurang dipahami, cukup banyak mereka mengutarakan maksudnya dengan mengetik di Google Translate. Intinya, mereka ditinggal bus yang mereka naiki dari Lombok saat turun kapal di Padang Bai. Tujuan mereka adalah Kuta, Bali. Sudah ada taksi stand by di situ untuk mengantar, tapi harganya tidak cocok. Supir taksi ingin dibayar 600 ribu, sedangkan para bule tidak bersedia. Merasa sudah rugi karena ditinggal bus, kini harus membayar lagi harga tinggi. Saya pun bingung tidak bisa memberi solusi dan mohon izin pada polisi untuk meninggalkan ruangan dan keluar membeli makan malam. Lapar bos!

Saya dan suami makan di sebrang kantor polisi. Satu jam kemudian, belum ada yang berubah dari keadaan di situ. Sepasang bule masih kesal dan polisi juga bingung, niat membantu untuk menghubungi perusahaan bus yang meninggalkan mereka, tapi bule-bule itu juga tidak menyimpan kontak atau tiket busnya. Ya suseh dah...

Saking sepinya malam itu, terdengar suara di dalam semakin keras. Suara bule yang makin kesal dan polisi yang juga menaikkan nada bicaranya. Panas

Saya : "Kasian, ih, itu bule. Kok polisinya marah-marah ya? Gimana atuh?"
Suami : "Udah lah hayu! Bareng aja mereka."
Saya : "Bareng mereka aja gitu?"
Suami : "Hayu!"

Suami melempar nasi yang akan dimakannya. Kami mempercepat makan malam dan segera masuk ke ruangan, kemudian bicara pada si bule langsung pada intinya : "Mau ke Kuta kan? Ayo bareng saya. Tujuan saya Tulamben, beda arah dengan kalian. Tapi lihat keadaan begini, saya ke Kuta aja bareng kalian. Kita bayar taksi masing-masing setengah harga. Saya 300 ribu, kamu 300 ribu. Gimana?"


Meski masih dengan wajah kesal, mereka menyetujuinya. Tanpa panjang lebar, kami menggotong barang bawaan ke dalam sebuah mobil hitam, kemudian pamit pada bapak-bapak polisi yang sedari tadi buntu solusi

Di perjalanan menuju Kuta bareng mereka juga kita hampir ga bicara. Dua bule itu ngobrol dengan bahasa Rusianya yang entah ngomongin apa. Biar ga kaku, saya basa basi tanya sedikit dimana mereka tinggal di Rusia. Tapi mereka malah jawab dengan ketusnya,"Enggak, kamu gak akan tahu!"


Anjaaaaay bae atuh euy jawab weh ceuk uing mah nyak bari ngobrol kitu. Jadi katempuhan kena keselnya mereka geus ditulungan oge sateh 😂. Ya ampun, pengen marah ga jadi langsung elus-elus perut yang lagi hamil tiga bulan. Jadi ngedumel doang. Fiuh...


Rencana bertemu kawan di Tulamben batal. Padahal udah pengen balik lagi ke sana. Ya udahlah. Masih bisa nanti, ga urgent juga. Lihat bule tadi, jadi mikir gimana kalau saya dan suami ada di posisi mereka? Terlepas dari sedikit kesalahan karena turun dari bus, padahal kan kalo bus turun dari feri, penumpang ga perlu juga sampe turun dari bus biar ga kejadian ditinggal kayak gini. Tapi ini udah kejadian. Ya udah lah. Sudah kudu begitu nasibnya. Ya siapa tahu suatu hari kalo owe nyasar di Venus kan ada yang nolongin juga. Ya, nabung kebaikan aja dulu. Wekekekek.

Oktober, 2016

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Sepasang Bule yang Tertinggal"