Jumat malam itu langit Sukabumi sudah gelap.
Perjalanan dari Bandung selama lima jam membuatku ingin segera meraih kasur
ditambah malam sebelumnya aku memang kurang tidur.
15 Maret 2013, detik-detik malam Kota Mochi
meninabobokan mataku yang setengah terbuka. Menjelang tertidur, handphone bernada dering menandakan SMS
masuk, berbunyi. Setengah mengantuk, aku ambil seluler yang tergeletak di
lantai. Sebuah pesan dari nomor yang tidak tercantum dalam phone book mengisi inbox.
“Prem, masih ingat siapa saja kawan-kawan dari
Bandung timmu yang ikut Semeru 2011? Mau bikin undangan nih. Hehe.”
Aku seketika berpikir. September 2011, aku, Abghy,
Dwibroy, dan Ganang adalah rombongan yang mendaki ke sana. Bertemu dengan tim
Adam, Dewa, Ganjar, dan Reggy yang juga sama-sama dari Bandung tapi berbeda
rombongan namun kami bertemu mereka di Ranu Pane.
Aku pikir ini SMS dari Ganang karena dia adalah
saudara Abghy yang tinggal di Sidoarjo.
“Pasti dong. Aku masih ingat siapa aja timku. Maaf,
ini siapa? Ganang? Undangan apa ini?” aku membalas SMS yang tak kukenal
nomornya itu.
“Ini Rymbo. Masih inget?”
Oh, iya...
Rymbo, pikirku. Aku ingat Rymbo. Nama aslinya Madinatul Munawaroh. Aku selalu memanggil
nama kecilnya, Dina. Aku bertemu dengannya di Ranu Kumbolo pada September 2011.
Dia menghampiri tendaku yang sedang sibuk dengan kegiatan masak dan sarapan.
“Hei, tanggal 3 November jangan kemana-mana yah.
Sebenernya agak norak sih jauh-jauh hari udah koar-koar, tapi masalahnya
sekarang udah mulai bikin undangan. Jadi harus dipastikan kalian tim Bandung
bisa datang. Kalau enggak, aku bisa bingung cari pasukan buat cuci piring ntar.”
Aku sedikit bingung. Undangan? Undangan Jambore?
Cuci piring? Jambore Cuci Piring? Apa diundang untuk acara kumpul-kumpul gitu
yang ada makan-makannya dan tim Bandung ini diundang untuk cuci piring gitu?
Waduh. Eh gimana sih ini? :|
“Memang acara apa, Din? Insya Alloh aku hadir.”
Pertanyaanku kembali untuk Dina.
“Aku mau nikah sama Bejo, Prem. Ingatkan? Cowo
gede, tinggi bareng aku waktu di Ranu Kumbolo itu. Usahakan datang ya, kawan.
Aku rindu saudara-saudaraku dari Bandung.”
Oh, Tuhan... Aaaa.... !!! Dina mau nikah!
Kenapa heboh
banget, Prem? Biasa aja ah. Banyak kali orang mau nikah. Lebay.
Apa yang bikin aku gemas sendiri? Beberapa hal yang
terjadi dalam kehidupan Dina adalah hal-hal yang ingin terjadi pula padaku.
Dina adalah seorang perempuan yang senang mendaki gunung. Begitu pula dengan
Bejo, calon suaminya itu. Kedua pasangan itu memiliki hobi yang sama, mendaki
gunung. Dan mereka akan menikah! Ini salah satu hal yang bikin aku gemas
sendiri. Karena menikah dengan sesama petualang. Sesama anti diam
di rumah. Mereka adalah sebagian kecil yang nyata di depanku, Soalnya kenal sih, jadi gemes.
26 Februari 2010, di Puncak Gunung Sindoro, Tuhan
mempertemukan mereka. Tidak ada acara tembak menembak seperti anak umum jaman
sekarang. Hubungan mereka terjalin tanpa ritual-ritual anak muda yang sering
terjadi. Mengalir kasih sayang di antara keduanya.
Menurutku Bejo adalah lelaki yang antimainstream dan punya idealis sendiri. Dia tidak suka disebut pacaran, terkesan
main-main katanya. Di kali pertama mereka ke Semeru bersama, Bejo mengatakan
pada Dina, “Aku ga janji bisa membahagiakan kamu, tapi aku janji berusaha
selalu ada di samping kamu.” (Semeru, 2010)
Semenjak itu Dina dan Bejo sering mendaki berdua,
termasuk nostalgia Semeru bagi mereka dan Semeru pertama bagiku. Dina sudah
sangat mengenal Bejo, tingkah laku juga sikapnya. Bejo bukan orang yang
senang diberi pujian, sangat terbuka menerima kritikan, gemar membaca terutama
tentang sejarah dunia, Islam, dan Jawa. Bejo tidak suka dengan orang yang ga
punya pendirian. Prinsipnya tinggi, benci sama orang Jawa yang ga bisa bahasa
Jawa. Kalau ada orang yang bilang dia ganteng kalau pake kaos A, maka
percayalah selamanya Bejo ga akan pernah lagi pakai kaos itu.
Bejo adalah panggilan untuk seorang Dian Prasetyo.
Bejo yang dalam bahasa Jawa berarti beruntung, benar-benar beruntung. Dia akan
bersanding dengan seorang perempuan yang sudah mengenal dan mengerti akan
dirinya. Jarang wanita yang memahami lelaki macam Bejo, seorang pria yang tidak suka trend dan
tidak suka keseragaman.
Dina yang di jaman sekarang termasuk akan menikah
muda adalah pernikahan impianku. Ini hal lain yang bikin aku pengen teriak
setengah mati. Alasan dia ingin segera menikah, selain ingin menjadi halal, dia
ingin segera menghadirkan bocah lelaki dari imajinya ke dunia nyata. Bocah
menggemaskan yang ingin Dina ajak berlarian di tepi Ranu Kumbolo dan keliling
gunung manapun sebelum Dina tua. Oke, lagi-lagi gue menjerit. Menikah muda dengan sesama petualang, dan ingin punya anak laki-laki. Karena itu juga salah satu yang termasuk cita-cita aku
dalam hal berkeluarga. Yang diimpikan Dina gue banget lah!
Aku dan Dina, sama-sama
ingin menciptakan keluarga sendiri, keluarga petualang. Dan samanya lagi, aku
dan Dina sudah menyimpan nama-nama untuk diberikan pada keturunan kita nanti. Maaf sih ya kalo terkesan lebay. Yah, namanya juga keinginan. Toh, semua perempuan adalah calon ibu. Ingin mempersiapkan nama paling cantik, paling indah didengar. Meskipun calon bapaknya buat anak gue ntar belom ada. Eh curhat :|
Dina sendiri sudah sangat siap untuk memberikan nama anaknya. Tama, nama kecilnya, kelak akan menjadi nama anak laki-lakinya nanti. Tapi, Tuhan bisa saja
berkehendak lain, nama cantik Gadis Aulia Rinjani akan menjadi sebuah nama
untuk bayi perempuan mungilnya kelak. Aaaa... !! Rinjani-nya sama !!! Nama yang
aku simpan juga ada Rinjaninya. Hehe.
Tapi dari keduanya, Tama, adalah imajinasi paling kuat, malah Dina menganggap bahwa Tama itu
sudah hidup di samping Dina setiap hari. Rencana Dina tidak main-main. Setiap
bulan dia memiliki jatah tabungan untuk membeli mainannya Tama. Mulai dari
patung miniatur climber, point wall, climbing dari karet, dan mainan lainnya
itu Dina simpan di rumahnya Bejo.
Cita-cita aku dan Dina secara garis besar adalah
sama. Bedanya, waktu lebih duluan berpihak padanya untuk mewujudkannya lebih
cepat daripada aku. Menikah muda, suami pendaki, punya anak laki-laki, dan
menciptakan keluarga petualang. Sehingga tak ada yang namanya istilah “gantung
ransel” baginya setelah menikah, bahkan ketika punya anak pun masih bisa kita
lakukan kegiatan candu itu.
Dan kamu tahu apa yang paling menggemaskan dari
semua yang menggemaskan? Dina dan Bejo melakukan pre-wedding di Rinjani. Dan itu sudah terjadi bulan Juni lalu.
Sudah terjadi. Aaaa.. !! (teriak lagi). Hiya...! Cita-cita gue pacaran di Rinjani udah dilakukan juga sama Dina. Gue sih pengennya dilamar di sana ceritanya :')
Bicara soal hubungan, tak lepas dari yang namanya
cinta dan kasih sayang. Waktu aku tanya pada Dina tentang arti cinta dan
kasih sayang baginya, dia tidak memberikan jawaban.
“Kamu tahu kenapa aku ga jawab? Karena aku ga tau
jawabannya. Entah kenapa dari dulu tiap ada yang nanya, pasti enggan menjawab.
Tapi kalau kamu ingin tahu, arti cinta dan kasih sayang buat aku itu ikhlas. Just it.”
Dina adalah secuil berlian di antara ribuan beras.
Tak banyak yang menganggap bahwa cinta dan kasih sayang itu adalah ikhlas. Dia
adalah sedikit orang yang kukenal, yang mengatakan begitu.
“Aku ga setuju dengan kalimat bahwa jika cinta
memberi, balasannya harus menerima. Apa bedanya dengan pembeli dan penjual?
Sementara cinta bukanlah sesuatu yang bisa dibeli. Buatku cinta itu selalu
memberi sehingga kita bisa mencintai siapapun tanpa berfikir mereka bisa
membalas atau tidak. Ikhlas, tanpa pamrih. Itu sesungguhnya cinta.”
Dear, Dina
Kelak Tuhan akan selalu memberkahimu, juga semua
orang-orang di sekelilingmu. Aku amat senang kau tak lupa padaku. Padahal
pertemuan pertama kita adalah pertemuan yang biasa saja, bisa orang banyak
lakukan, tapi kau mungkin juga aku, merangkai pertemuan menjadi sesuatu yang
akan menjadi pertemuan berikutnya. Pertemuan yang tidak kita anggap akan
menjadi perpisahan.
3 November 2013 adalah hari paling bahagia untukmu, untuk
suamimu. Hari paling bahagia bagi kalian yang tidak bisa kusaksikan secara
langsung. Melihat raut wajahmu yang berseri-seri, menikmati senyummu yang
sedang paling manis, paling bahagia. Tapi aku yakin Tuhan tak pernah lupa menyampaikan doa-doa yang kutitip pada-Nya tentangmu. Untuk masa depanmu, untuk kebahagiaanmu.
Maaf aku tidak bisa memenuhi undanganmu.
Selamat berbahagia untuk kemarin, hari ini, esok,
dan seterusnya.
Selamat menempuh hidup baru.
Semoga Tama segera hadir mengisi duniamu.
Photo from Dina's Facebook |
Salam dari tanah Borneo dengan segala berkas
bertebaran di meja kerja yang tak mengerti kelelahan manusia dalam kamar penuh debu tiap waktu, juga secangkir kopi
susu dengan kebulan asapnya.
Penuh dengan cinta : Anisa Andini
4 Tanggapan untuk "Dina dan Dian. Perempuan Pemilik Si "Beruntung"."
“Aku ga janji bisa membahagiakan kamu, tapi aku janji berusaha selalu ada di samping kamu"
Quote diatas MAKJLEB banget
hehehe.. Salam Satu Jiwa dari kota Jogja tercinta..
PLUR Oi !!
Kak premous salam kenal, ditunggu tulisan tulisan berikutnya...
@cumilebay : Cieh..cieh..
@staybrutal : YOIII...
@BudiTriono29 : Salam kenal juga....
makasih udah mampirrr :)
Posting Komentar