Ini cerita tentang "Tiga Musafir Khilaf".
Pukul 22.17 WIJS (Waktu Indonesia
bagian Jam Saya), saya terbangun. Giliran tidur sudah selesai. Pelayaran
dari Pelabuhan Sibolga menuju Pelabuhan Gunung Sitoli Nias masih sekitar
delapan jam lagi. Fiersa mulai mengambil waktu tidurnya, sementara Baduy
terlihat masih memainkan ukulele dengan wajah mengantuk terhalang topi
yang dipakainya. Saya setengah sadar mengumpulkan nyawa untuk bergantian
menjaga barang dan tas-tas. Berjalan menuju toilet, membasuh wajah, dan sedikit
berseka, kemudian kembali ke kursi.
“Laper eui…” saya mengiyakan curhatan
si Baduy tentang perutnya. Kasian anak itu. Udah muka ngantuk, banyak ingus, dekil, kelaperan pula, untung hidup, coba kalau mati mungkin udah ditutupin koran. Kita bertiga duduk di kursi paling luar persis
di belakang ruangan Anak Buah Kapal. Saya sedikit mengintip ke ruangan ABK yang
terhalang jarring-jaring kawat sehingga televisi, dispenser, magic jar, dan
seluruh isi dalam ruangan ABK memang bisa terlihat oleh penumpang yang duduk di
area kapal paling atas. Terlihat dua ABK sedang
menyantapi makan malamnya.
“Waw…nasi…” saya bergumam. Kita
bertiga masih punya dua telur rebus dan tempe kering siap makan. Cuma kurang
satu, na-si. Saya berpura-pura menonton acara
TV, berharap dua ABK itu menyadari keberadaan saya.
“De… makan, De…” salah satu ABK keturunan
Aceh berbadan tegap menawarkan makan malam. Yipi! Langkah pertama bertahan hidup di kapal, SUCCESS !
Saya melanjutkan menonton acara
televisi biar ga ketahuan banget pengen minta nasinya. Tak lama kemudian saya
masuk ke ruang ABK, membawa botol kosong bekas (minta air minum ceritanya) dan
membawa tupperware punya si Baduy yang akan saya penuhi dengan nasi. Langkah selanjutnya
“bertahan di kapal”, ACTION !
“Permisi, Bang. Bang aku minta air
minum. Boleh ya?”
Dua ABK yang baru selesai makan
itu tak menolak. Dengan rasa senang hati segera saya isi botol kosong yang saya bawa. Entah dengan kedua abang ABK itu senang apa enggak dengan kedatangan saya. Seneng-seneng aja kayaknya. Seneng kepaksa. Gapapa lah, toh yang minta nasi ini mirip Luna Maya. Setelah botol itu penuh,
saya minum sedikit. Salah tingkah, abang ABK nya ganteng. Padahal ga tau itu botok bekas siapa, botol yang nemu waktu
bangun tidur.
“Bang, kalau nasi bisa aku beli?”
sebuah pertanyaan yang agak halus untuk menyatakan “Bang, minta nasi.”
“Ah, kenapa beli? Sudah ambil
saja. Tak apa-apa.”
“Ga apa apa nih? Nanti jatah buat ABK abis dong, Bang.”
“Ga apa-apa. Udah ga ada yang
makan lagi. Udah pada tidur.”
Hati berbunga-bunga. Pengen deh langsung joget-joget gangnam waktu si Abang ngebolehin saya untuk minta nasinya. Cacing-cacing dalam perut mulai kegirangan karena bakal ada nasi yang masuk ke
badan-badan mereka. Satu sendok nasi, dua sendok nasi, dan seterusnya hingga dipenuhi sampai setengah tupperware. Cukup untuk bertiga. Hore… nasi! Lupa beli
nasi waktu di Pelabuhan Sibolga bikin saya harus melakukan pertahanan hidup di
kapal kayak gini.
Saya mengajak ngobrol si Abang
ABK. Badannya yang tegap, gagah, kulit kehitamannya yang eksotik, suaranya yang
pria banget bikin saya kelepek-kelepek. Sumpah gagah banget. Jadi agak lupa
sama lapar. Eh, tapi lupa. Si Baduy juga manusia. Mengingat makhluk itu
juga kelaperan, saya kembali ke kursi penumpang tepat di belakang ruang ABK.
“Bang, makasih nasi sama airnya.
Nanti aku main lagi ke sini boleh yah. Hehe. Makasih, Bang.” Semoga si Abang ga tepok jidat waktu saya bilang kayak gitu.
Tara……..! Terselamatkanlah
perut-perut musafir khilaf. Di tengah laut menuju Nias, menikmati nasi pintaan dan telur rebus juga potongan-potongan tempe kering yang udah awet sepuluh hari. Enaks! Terima kasih untuk Emak di ladang, untuk Bapak di sawah, untuk Aa di kebon, dan untuk Abang ABK ganteng baik hati. Muah, ah!
Pagi harinya, waktu saya mau main lagi ke si Abang, ruangan ABK kosong. Ya, karena kapal udah mau sampai Nias, para ABK bersiap-siap menyandarkan kapal. Padahal masih mau ngobrol-ngobrol sama mereka, mau tanya tentang banyak hal mengenai tempat-tempat destinasi saya selanjutnya. Ya sudahlah, sampai ketemu lagi. Ahiw!
Pagi harinya, waktu saya mau main lagi ke si Abang, ruangan ABK kosong. Ya, karena kapal udah mau sampai Nias, para ABK bersiap-siap menyandarkan kapal. Padahal masih mau ngobrol-ngobrol sama mereka, mau tanya tentang banyak hal mengenai tempat-tempat destinasi saya selanjutnya. Ya sudahlah, sampai ketemu lagi. Ahiw!
Pertahanan hidup di KM Tanjung Burang,
COMPLETED!
Rabu, 24 April 2013
Hari 11, 01.34 WIB
KMP Tanjung Burang
Belum ada tanggapan untuk "Pertahanan Hidup di KMP Tanjung Burang"
Posting Komentar